Fakta Menarik dan Sejarah Singkat Kapal Pinisi – Sulawesi Selatan
Fakta Nyata – Berbicara soal Kapal Pinisi, tentu yang mungkin dilihat hanyalah sekedar kapal untuk pajangan, tetapi ternyata digunakan untuk mengelilingi Labuan Bajo. Kapal yang juga disebut sebagai Kapal Cheng Ho, kapal berbahan kayu yang merupakan kreasi dari orang-orang Suku Bugis dan Suku Makassar di Sulawesi Selatan.
Karena pada saat itu, masyarakat dari dua suku tersebut memang terkenal sebagai pelaut yang tangguh dan cekatan, sehingga pandai dalam membuat jenis-jenis kapal untuk pelayaran.
Asal dan Sejarah Singkat Perahu Pinisi
Mengutip dari laman ditsmp.kemdikbud.go.id, perahu pinisi berasal dari Suku Bugis, Sulawesi Selatan. Suku Bugis adalah suku yang bermukim di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan dan terkenal sangat piawai dalam mengarungi lautan Nusantara maupun dunia.
Walaupun banyak orang percaya bahwa kapal dengan sistem pinisi ini sudah ada sejak abad ke-14, namun hingga kini tidak ditemukan bukti yang mendukung pernyataan tersebut. Sebaliknya, suatu penelitian berhasil mengungkap bahwa kapal milik Pangeran Sawerigading yang digunakan untuk berlayar ke banyak negara bukanlah pinisi, tetapi Perahu Welenrengnge.
Adapun menurut tradisi masyarakat setempat, nama pinisi pada kapal tersebut diberikan oleh Raja Tallo yang berasal dari gabungan dua kata. Dua kata tersebut yakni picuru atau contoh yang baik dan binisi yang artinya sejenis ikan kecil yang lincah dan tangguh. Namun, ada juga yang berpendapat bahwa nama kapal tersebut berasal dari bahasa Bugis, yakni panisi yang artinya sisip.
Dalam berbagai sumber sejarah, kapal pinisi ditemukan sekitar abad ke-19. Sedangkan pinisi asli Sulawesi pertama dibangun pada tahun 1906 oleh seorang pengrajin dari Desa Ara dan Lemo-Lemo di Sulawesi Selatan.
Kapal ini menggunakan sistem layar pinisi dengan tujuh hingga delapan layar pada dua tiang yang berdiri depan-belakang. Meski begitu, sebenarnya sistem layar pinisi ini tidak benar-benar baru. Namun, meniru sistem layar schooner-ketch milik bangsa Eropa.
Tak banyak orang yang tahu jika kapal pinisi memiliki ritual pembuatan yang sangat unik. Jadi, kapal pinisi dibuat usia melalui ritual kecil pemotongan lunas. Adapun lunas merupakan bagian paling dasar pada kapal. Dalam ritual tersebut, ada banyak jenis makanan yang harus disiapkan, seperti jajanan berasa manis dan ayam jago putih.
Fakta Menarik Kapal Pinisi
1. Pembuatan Kapal Pinisi
Di Indonesia, pembuatan kapal Pinisi berada di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, tepatnya berada di tiga desa, yaitu Desa Tana Beru, Bira, dan Batu Licin. Masih dilakukan dengan cara tradisional, pembuatan kapal pinisi tidak bisa dilakukan sembarangan.
Proses pembuatan kapal pinisi terbagi dalam tiga tahap. Pada tahap pertama dimulai dari penentuan hari baik untuk mencari kayu untuk membuat kapal pinisi. Biasanya, “hari baik” mencari kayu jatuh pada hari ke-5 atau ke-7 pada bulan pembuatan kapal. Pemilihan hari ini melambangkan rezeki yang ada di tangan, dan selalu mendapat rezeki.
Selanjutnya, tahap kedua pembuatan kapal Pinisi masuk ke proses menebang, mengeringkan, dan memotong kayu. Kayu-kayu tersebut kemudian dirakit menjadi setiap bagian kapal pinisi. Tahap kedua inilah yang memakan waktu lama, bahkan hingga berbulan-bulan.
Lalu tahap ketiga adalah proses peluncuran kapal Pinisi ke laut. Namun, sebelum diluncurkan, biasanya diadakan upacara “maccera lopi” atau menyucikan kapal Pinisi. Upacara ini ditandai dengan kegiatan menyembelih sapi atau kambing.
Dengan perhitungan, jika bobot kapal kurang dari 100 ton, maka yang disembelih adalah kambing, sedangkan kalau di atas 100 ton berarti sembelih sapi.
Itu sebabnya, rangkaian pembuatan kapal Pinisi melambangkan nilai filosofi tersendiri, yakni nilai untuk bekerja keras, kerja sama, keindahan, hingga menghargai alam.
2. Warisan Dari Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan
Suku Bugis dan Suku Makassar, merupakan wilayah yang dikenal sebagai pelaut asli Nusantara yang sangat tangguh. Serta pembuatan kapal pinisi pertama kali dilakukan oleh kedua suku tersebut pada abad ke 14.
Menurut naskah kuno yang ditulis oleh Lontarak I Babad La Lagaligo, disebutkan bahwa kapal pinisi dibuat oleh masyarakat di sekitar perairan Desa Ara.
Pembuatan kapal tersebut, dilakukan sebagai usaha perakitan kembali sebuah kapal milik putra mahkota Kerajaan Luwu, Sawerigading, yang terbelah akibat dihantam gelombang.
3. Bagian Kapal Memiliki Makna yang Dalam
Tidak hanya proses pembuatannya, tetapi setiap bagian dari kapal pinisi memiliki nilai spiritual, estetika, dan filosofi yang dalam bagi para wisatawan yang ingin menikmati perjalanan tersebut.
Dua tiang utama melambangkan dua kalimat syahadat dan tujuh tiang berikutnya merupakan simbol dari Surat Al-Fatihah. Kemudian simbol ini merepresentasikan harapan dan doa bagi penumpangnya agar mampu mengarungi tujuh samudera di dunia.
4. Diakui Sebagai Warisan Budaya Takbenda oleh UNESCO
Dilansir dari laman Kemdikbud, pada tahun 2017 silam, kapal Pinisi resmi ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO. Hal itu diberikan pada Sidang ke-12 Komite Warisan Budaya Takbenda UNESCO di Pulau Jeju, Korea Selatan.
Penetapan kapal Pinisi sebagai Warisan Budaya Takbenda UNESCO merupakan bentuk pengakuan dunia Internasional. Dan memilik arti penting pengetahuan akan teknik perkapalan tradisional yang dimiliki nenek moyang bangsa Indonesia yang diturunkan dari generasi ke generasi dan yang masih berkembang sampai hari ini.
“Pinisi” tidak hanya dikenal sebagai perahu tradisional masyarakat yang tangguh untuk wilayah kepulauan seperti Indonesia, tetapi juga tangguh pada pelayaran internasional.
Kapal Pinisi juga menjadi lambang dari teknik perkapalan tradisional negara Kepulauan. Kapal Pinisi adalah bagian dari sejarah dan adat istiadat masyarakat Sulawesi Selatan khususnya dan wilayah Nusantara pada umumnya.