Sejarah Perang Dingin dan Perbedaan Korut dan Korsel
Fakta Nyata – Korea Utara dan Korea Selatan telah terpisah selama lebih dari 70 tahun. Perpisahan ini disebabkan karena Semenanjung Korea menjadi korban Perang Dingin antara dua kekuatan dunia, yakni Uni Soviet dan Amerika Serikat.
Perang tersebut terjadi karena adanya perebutan wilayah serta persaingan ideologi kapitalis dan komunis. Meski demikian, secara akar sejarah terjadinya perang Korea bermula ketika Perang Dunia II berakhir.
Perang Korea
Perang Korea (1950-53), yang menewaskan sedikitnya 2,5 juta orang, tidak banyak membantu menyelesaikan pertanyaan tentang rezim mana yang mewakili Korea yang “sebenarnya”. Namun, perang ini dengan tegas mengukuhkan Amerika Serikat sebagai musuh bebuyutan Korea Utara , karena militer AS mengebom desa-desa, kota-kota kecil, dan kota-kota di seluruh bagian utara semenanjung.
“Mereka menghancurkan negara itu,” kata Robinson. “Mereka menghancurkan setiap kota.” Gencatan senjata yang mengakhiri konflik itu pada tahun 1953 membuat semenanjung itu terbagi seperti sebelumnya, dengan zona demiliterisasi (DMZ) yang membentang kira-kira di sepanjang garis lintang 38 derajat.
Berbeda dengan pemisahan lain di era Perang Dingin, antara Jerman Timur dan Barat, pergerakan melintasi DMZ antara Korea Utara dan Korea Selatan sangat sedikit sejak tahun 1953. Robinson menggambarkan perbatasan tersebut sebagai “tertutup rapat,” yang membantu menjelaskan perbedaan drastis antara kedua negara, dan jurang pemisah yang terus berlanjut di antara mereka.
Perbedaan Korut dan Korsel
1. Ideologi Politik
The Conversation melaporkan kala tensi yang terjadi di antara Moskow dan Washington, pada 1948, pemerintah berbeda dibangun di Pyongyang dan Seoul.
Pemerintahan Korea Utara dipimpin oleh Kim Il Sung, sementara Korea Selatan dipimpin oleh Syngman Rhee.
Kim Il Sung sempat menginvasi Korsel pada 1950 untuk melakukan unifikasi Semenanjung Korea. Namun, upaya itu gagal.
Korsel dan Korut terseret Perang Korea, yang berhenti kala kedua negara menyepakati gencatan senjata pada 1953. Meski begitu, secara teknis, kedua negara tersebut masih berperang hingga saat ini.
Melihat kedua penguasa Semenanjung Korea sebelumnya yang memiliki nilai politik berbeda, yakni AS yang menganut demokrasi, sementara Uni Soviet menganut paham komunis, aliran tersebut lah yang diwariskan ke Korsel dan Korut. Korsel menganut paham demokrasi dan liberal, sementara Korut menganut paham komunis.
2. Isu Hak Asasi Manusia dan Demokrasi
Selain dari sisi politik, Korsel dan Korut memiliki perbedaan dalam penerapan hak asasi manusia dan kebebasan pribadi.
DW memberitakan bahwa Korut dianggap sebagai negara yang menganut Stalinisme, pun dituduh memenjarakan ratusan ribu orang, termasuk anak-anak, di kamp penjara politik dan fasilitas detensi lain.Korut juga memiliki nilai terendah dalam kebebasan pers dan akuntabilitas pemerintah.
Sebagaimana dilansir Britannica, Stalinisme merupakan kebijakan yang dibuat oleh Joseph Stalin dari Partai Komunis Soviet. Nilai tersebut berasosiasi dengan rezim yang penuh teror dan pemerintahan totaliter.
Sementara itu, Korsel tumbuh menjadi negara dengan paham kapitalisme dan demokrasi konstitusional. Pejabat di Korsel juga lebih sedikit melakukan korupsi ketimbang Korut.
Meski begitu, Korsel masih memiliki tahanan politik.
3. Populasi Korut dan Korsel
Dari segi populasi, Korsel memiliki populasi hampir dua kali lebih besar daripada Korut. Korsel sendiri memiliki lebih dari 51 juta populasi, sementara Korut memiliki lebih dari 25 juta populasi.
Dari segi rata-rata ukuran badan, warga Korut memiliki ukuran tubuh lebih kecil daripada Korsel.
Dari segi agama, Korut menganut paham ateis, mengingat negara itu memandang dunia secara komunis. Sementara itu, kebanyakan warga Korsel menganut agama Kristen Protestan dan Katolik.
Itulah sejarah panjang Perang Dingin Korut dan Korsel yang di latar belakangi perbedaan ideologi.